Rabu, 16 Januari 2008

JENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

GERAKAN GENDER DALAM ISLAM
{ Kesetaraan Relasi Perempuan dan Laki-laki Menurut Al-Qur’an}

A.Pendahuluan
Persoalan mengenai jender sampai saat ini masih menjadi pembahasan publik, walaupun oleh sebagian orang hal tersebut sudah dianggap selesai. Banyaknya pembahasan tersebut disebabkan oleh kompleksnya masalah jender itu sendiri. Mulai terjadinya ketimpangan, cara penyelesaian yang ditawarkan dan lain-lain. Islam sendiri tidak memandang adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, bahkan Islam lah yang pertama kali hadir sebagai agama yang membawa misi terhadap pembebasan perempuan yang selama ini tertindas.

B.Pembahasan
1.Pengertian Gender
Kata Jender yang biasa ditulis Gender bukanlah hal yang sangat asing lagi, karena kata jender telah memasuki ruang diskusi masalah sosial sejak dua puluh tahun terakhir.
Secara etimologi, kata kata jender berasal dari bahsa Inggris yaitu “Gender” yang berarti “ jenis kelamin”. Dalam hal ini jender disamakan dengan seks yang berarti “ jenis kelamin”. Sementara itu, ada juga yang mengatakan bahwa jender diartikan sebagai “ perbedaan yang tampak antara laki-laki dengan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.
Sedangkan dalam Women’s Studies Enciklopedya dijelaskan bahwa jender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Dapat dikatakan, bahwa jender bukanlah suatu given yang tidak bisa dipertukarkan, akan tetapi merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya.
Ada pun seks lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Antara seks dengan jender memang harus dibedakan. Jenis kelamin (seks) menunjuk pada pembagian dua kelamin yang berbeda dan merupakan penentu secara biologis secara permanen serta tidak akan berubah. Adapun konsep jender adalah sesuatu yang sifatnya melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural, dan karenanya bisa berubah.
Dalam Islam, masalah jender masih menjadi kontroversi. Diantara kaum muslim ada kelompok yang memandang tidak ada masalah gender dalam Islam. Mereka justru memberi label negatif pada hal-hal yang berhubungan dengan gerakan perempuan serta pendapat dalam seminar yang membahas tentang keadilan jender dalam Islam. Namun, ada juga kelompok yang mengatakan memang ada permasalahan gender dalam Islam.

2.Gender pada Masa Jahiliyah
Masa Jahiliyah merupakan masa sebelum datangnya Islam. Pada masa ini, masyarakat tidak mengenal toleransi dan kesopanan, semuanya bersikap “ Masa bodoh”. Hal ini terjadi didaerah yang dikenal dengan dunia Arab, wilayah dimana Rasulullah berdomisili dan menerima al-Qur’an sebagai tuntunan agama Islam. Pada masa ini, kehidupan masih egaliter. Kehidupan laki-laki berburu dan perempuan meramu. Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kondisi seperti ini mengalami perubahan, dimana Kedudukan laki-laki sangat mendominasi.
Diawali dengan munculnya kekaisaran Hammurabi pada tahun 1750 SM. Pada masa ini dikenal dengan kode Hammurabi. Didalam kode ini, pembatasan gerak perempuan sudah mulai tampak, diantaranya menyatakan bahwa laki-laki yang dianggap mempunyai otoritas kesucian dan layak menjadi pemimpin, perempuannyang gagal menjadi istri, sering keluyuran, melalaikan tugasnya dirumah, maka perempuan tersebut, dilemparkan kedalam air dan lain-lain.
Setelah kekaisaran Hammurabi, muncul kekaisaran baru yaitu “ kekaisararan Asiria”. Kekaisaran ini memiliki peraturan yang sama pada masa sebelumnya, bahkan lebih ketat, yang dikenal dengan kode Asiria. Misalnya, istri, anak perempuan dan janda harus menggunakan kerudung bila bepergian.
Jazirah Arab merupakan wilayah yang cukup luas dan sebagian terdiri dari urun pasir. Sebagian besar penduduk digurun pasir bekerja sebagai peternak, sedangkan yang hidup didaerah subur bekerja bercocok tanam. Keberlangsungan hidup mereka sangat tergantung pada alam. Maka di daerah ini, laki-laki bekerja diwilayah publik, seperti mencari nafkah di luar rumah serta mempertahankan kedudukan dan kehormatan kabilah{ golongan} melalui perang. Sedangkan perempuan bekerja diwilayah domestik seperti mengasuh anak dan mengatur rumah tangga.
Tradisi Arab waktu itu secara umum menempatkan perempuan hampir sama dengan hamba sahaya dan harta benda.Masyarakat biasa mengubur hidup bayi perempuan, poligami dengan belasan istri dan membatasi hak-hak perempuan baik dalam wilayh domestik maupun publik.

3.Gender Pasca Jahiliyah
Hingga saat ini, keadilan gender, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki masih merupakan perdebatan yang panjang, yang kesemuanya itu menunjukan bahwa keadilan sosial, politik serta budaya lebih mewarnai daripada perintah agama dan perlu diadakan rekonstruksi terhadap penafsiran yang bias jender.
Namu setelah Islam datang, kesetaraan jender mulai dirasakan. Nabi Muhammad lebih mengutamakan pertimbangan rasional dan profesional daripada pertimbangan emosional dan tradisional dalam menjalankan misi Islam. Islam menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi sejajar. Nabi berusaha merombak budaya yang menyudutkan posisi perempuan dengan memerintahkan laki-laki untuk berlaku baik, adil dan bijaksanan kepada perempuan. Melalui ajaran Islam, beliau memberikan peran yang proporsional kepada perempuan.Dalam sejarah Islam, banyak perempuan yang aktif dalam bidang produksi diantaranya Khadijah Binti Khuwailid, istri Rasulullah {komisaris perusahaan}
Tujuan dasar turunnya Islam adalah persaudaraan universal, kesetaraan dan keadilan sosial. Islam menekankan kesatuan manusia sebagaimana terkandung dalam al-Qur’an surat Al-Hujurat:13. Ayat ini secara tegas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau kekeluargaan dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya kesalehan. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk berjuang membebaskan golongan masyarakat lemah dan tertindas.
Peremupuan juga termasuk makhluk yang tidak berdaya pada saat lahirnya Islam, baik didunia Arab maupun di dunia luar. Al-Qur’anlah yang pertama kali mendeklarasikan hak-hak perempuan. Untuk pertama kalinya individu perempuan sebagai mahluk hidup diterima tanpa persyaratan. Al-Qur’an menetapkan bahwa perempuan dapat melangsungkan pernikahan, dapat minta cerai dari suaminya tanpa persyaratan yang diskriminatif, dapat mewarisi harta ayah, ibu dan saudaranya yang lain, dapat memiliki harta sendiri dengan hak penuh Dapat mengambil keputusan secara bebas. Dengan demikian, sebenarnya al-Qur’an telah membebaskan perempuan dari kungkungan lakilaki.

Sumber bacaan : Sustitia Islamica, Jurnal Kajian Hukum dan Sosial. Jurusan Syari’ah STAIN Ponorogo.

Minggu, 04 November 2007

internal evaluator

Evaluasi diri (self evaluation) merupakan kegiatan refleksi terhadap keadaan diri sendiri berdasarkan data maupun fakta yang ada, baik itu kekuatan, keterbatasan, peluang/kesempatan dan ancaman (strength, limitation, opportunity and threat) yang dilaksanakan oleh para pelaksana program pada suatu lembaga ( misalnya dosen, pejabat fakultas dan para guru pada institusi pendidikan ). Evaluasi diri bertujuan untuk menilai segala situasi atau kondisi yang dihadapi lembaga saat ini dalam mencapai perkembangan yang dicita-citakan dan memetakan situasi perkembangan ideal yang dicita-citakan dan menetapkan strategi pengembangan program selanjutnya. Evaluasi diri juga merupakan usaha internal lembaga dalam meningkatkan efektivitas proses, memperbaiki input dan output serta meningkatkan mutu dan keterserapan outcomes. Dengan demikian evaluasi diri merupakan kegiatan evaluasi terhadap situasi dan kondisi suatu lembaga yang dilakukan oleh lembaga yang bersangkutan (internal evaluation)
Sebagai internal evaluation, obyektivitas, akurasi dan validitas data terletak pada kejujuran dan kekritisan diri sendiri dalam menemukan titik – titik krusial (keberhasilan maupun kegagalan) dalam perjalanan program lembaga sehingga dapat dirumuskan sendiri alternatif solusi perbaikan maupun pengembangan program ke depan berdasarkan analisis SLOT yang dilakukan. Bagi sustu lembaga pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.

eksternal evaluator

Obyeknya eksternal evaluator adalah kegiatan penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan oleh institusi maupun program pendidikan baik yang berupa input, proses, output, outcome, SDM dan manajemen yang dilaksanakan oleh institusi maupun program pendidikan tertentu. Dengan kegiatan akreditasi selain menghasilkan klasifikasi lembaga atau program pendidikan berdasarkan kriteria tertentu juga diperoleh peta kualitas lembaga penyelenggara pendidikan yang ada. Evaluator dalam akreditasi adalah evaluator eksternal baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga independen sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Sertifikasi merupakan external evaluation seperti akreditasi, tetapi sasarannya adalah individu. Adapun obyek sertifikasi adalah prestasi belajar dan kompetensi dalam bidang pekerjaan tertentu. Evaluator dalam sertifikasi adalah evaluator eksternal, baik itu lembaga pendidikan di mana individu yang bersangkutan menyelesaikan pendidikannya maupun lembaga sertifikasi untuk kompetensi melaksanakan pekerjaan.
Jika evaluasi diri bermaksud untuk menata dan memperbaiki perjalanan program agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuan selanjutnya, maka akreditasi merupakan keputusan badan akreditasi yang memberikan pengakuan akuntabilitas dan sertifikasi merupakan pengakuan lembaga pendidikan maupun lembaga sertifikasi terhadap kualitas profesionalisme individu dalam menjalankan profesinya. Dengan semikian ketiganya bermuara pada satu kepentingan yaitu untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan sehingga lembaga pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan maupun para lulusannya diakui, didukung dan dibutuhkan oleh masyarakat.

contohnya, seseorang yang berasal dari luar program dapat menyumbangkan pandangan yang sangat obyektif pada pelaksanaan penjajakan, serta dapat menerima masukan dari orang-orang yang berpartisipasi di dalam program atau orang-orang di luar program tanpa memiliki pandangan yang bias.

syarat evluator

Syarat Evaluator

Mempunyai visi, misi dan ciri seorang Dosen
Mau dan mampu menjadi Evaluator
Evaluator Pengabdian kepada Masyarakat adalah Kelompok Pakar dan berpengalaman melaksanakan pengabdian kepada masyarakat (dilihat dari track record nya)
Sanggup merahasiakan hasil evaluasinya, karena evaluator hanya menilai, sedangkan yang menetapkan didanai adalah Direktur Binlitabmas
Sanggup “tidak populer”, dan dimarahi teman sendiri

Senin, 22 Oktober 2007

RESENSI BUKU

RESENSI BUKU
JUDUL BUKU : EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN
PENGARANG : Prof.Dr. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddi Abdul Jabar
PENERBIT : PT. Bumi Aksara
TEBAL HALAMAN : 1-152
ISI BUKU :
Dalam buku ini dibahas bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkmbangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Untuk melaksanakan profesinya, tenaga pendidiK khususnya guru sangat memerlukan aneka ragam pengetahuan dan keterampilan keguruan yang memadai dalam arti yang sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan sains dan teknologi. Diantara pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan juga calon guru adalah pengetahuan tentang kemampuan guru dalam mengevaluasi program pendidikan. Karena dalam setiap kegiatan yang termasuk kategori resmi dan besar misalnya kegiatan pendidikan, memerlukan satu langkah penting yang dikenal dengan istilah monitoring dan evaluasi, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian kegiatan dengan rancangan yang sudah disususn dan mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan.
Karena suatu pendidikan akan dikatakan sempurna jika dalam prosesnya dilaksanakan suatu evaluasi, dengan menggunakan strategi yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Evaluasi terhadap program program pendidikan juga dimaksudkan untuk mengetahuai tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program pendidikan dan hasil evaluasi dapat dijadikan informasi sebagai masukan untuk menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.
Kandungan pokok buku ini terdiri atas dua macam yaitu: 1) Evaluasi dan 2) Program. Hal tersebut dijadikan intisari dalam pembahasan buku ini mengingat peranannya yang sangat vital dalam setiap proses pengajaran baik dalam satuan pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.
Dalam buku ini juga ditulis berbagai hal yang berkaitan dengan evaluasi program pendidikan. Diawali dengan bab pertama yang membahas mengenai konsep dasar evaluasi program., bab selanjutnya mengenai konsep dasar evaluasi program, bab selanjutnya mengkaji tentang model dan rancangan evaluasi program, perencanaan dan pelaksanaan evaluasi program dan lain-lain.
KELEBIHAN:
Buku ini sangat cocok sekali dibaca dan dipelajari oleh semua civitas akademika pendidikan baik guru, dosen maupun mahasiswa khususnya fakultas Tarbiyah yang telah menduduki semester akhir, karena mau tidak mau seorang guru itu dituntut untuk menguasai tentang kemampuannya dalam mengevaluasi agar dapat mencapai suatu tujuan.
Dalam buku ini juga ditulis rangkuman-rangkuman pada akhir bab nya, sehingga memudahkan bagi pembaca untuk mengetahui gambaran materi yang akan dipelajari. Sehingga pembaca mempunyai pengetahuan awal sebelum membaca lebih dalam.
KELEMAHAN:
Mengingat materi ini sangat penting peranannya dalam bidang pendidikan, maka materi-materi yang terkandung dalam buku ini kurang banyak pembahasannya. Disamping itu menurut saya bahasa yang dugunakan dalam buku ini sulit dipahami karena banyak ditulis istilah-istilah asing yang menghambat pemahaman kita.
SARAN:
Menurut saya sebaiknya materi ini dibahas lebih rinci dan spesifik agar lebih mudah dalam memahami materi ini. Disamping itu juga sebaiknya bahasa yang digunakan pun lebih sederhana agar para pembaca lebih mudah dalam mencerna kandungan pokok buku ini.

Selasa, 02 Oktober 2007

Jenis-jenis Validitas

JENIS-JENIS VALIDITAS

Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (…. a valid measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.
Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan pengelompokan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur menyatakan bahwa validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity. Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu :
1. Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan.
2. Validitas isi (Content Validity). Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.

3. Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.

4. Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.